Siapa yang menyangka, seorang
Ekvan, bocah asal Kalibelo, desa kecil di pinggiran kota Kediri (Bayangkan,
desa terpencil dari kota kecil, luar biasa banget…), bisa melalangbuana ke
Singapura, negara tetangga yang konon katanya jauh lebih teratur dari Negara Indonesia
yang sama-sama kita cintai. Nah, biar ga pada penasaran, di tulisan ini saya
sedikit flashback ke masa lalu, apa sih yang sudah aku lakukan sehingga aku
bisa terdampar seperti sekarang ini. (Buat abangku Yorzie, kalimat terakhir ini
yang sama Ms. Carmel disebut thesis statement bang, wkwkwkwk)
Petualanganku di Singapura
berawal pada medioker 2016, di salah satu Honai yang ada di kantin Lanud
Jayapura, kantor tempatku bertugas. Pada tahu honai khan? Honai itu istilah
untuk tenda, atau gubug, atau saung, di Jayapura. Tidak tepat seperti itu sih,
karena di Wamena, Honai adalah rumah adat suku-suku di Papua. Jadi sebenarnya
Honai itu saung apa rumah? Kalian putuskan sendiri saja deh. Back to topic, saat
itu saya, beserta beberapa rekan lainnya sedang ngobrol ala warung kopi sambil
sarapan. Komandanku (Kolonel Pnb Purwoko, saat ini menjabat Aspers Koopsau II) saat
itu juga bergabung dengan kami. Disela-sela obrolan, Komandan sempat
menceritakan pengalaman beliau saat mengikuti pendidikan S2 dan Lemhanas di
negeri orang. Sayapun mengomentari bahwa sejak dahulu kala saya memiliki
cita-cita dan keinginan untuk mengejar beasiswa ke luar negeri, namun belum
pernah mendapatkan kesempatan, bahkan untuk sekedar mengikuti test nya. Tak
disangka Komandan menanggapi serius komentar saya dan menanyakan bagaimana
level Bahasa Inggris saya. Dengan cukup percaya diri saya menyatakan bahwa
kemampuan Bahasa Inggris saya cukup baik, hanya selama ini kesempatan untuk
mengikuti test yang belum ada.
Siangnya, Komandan memanggil saya
ke ruangan. Beliau menyampaikan bahwa ada info dari Dinas Pendidikan TNI AU
bahwa Minggu depan akan dilaksanakan test untuk Master Program Scholarship
Mabes TNI. Apabila memang siap, namaku akan diusulkan. Ibarat mendapatkan
durian runtuh, aku dengan mantab menjawab “S I A P”. Komandan juga
mengingatkan, jangan memalukan nama beliau yang sudah mengusulkan. Kali ini
jawaban siap ku sedikit goyang. Test nya seperti apa, saingannya siapa dan
berapa orang masih gelap dan belum ketahuan. Namun namanya tentara apapun harus
siap, walaupun kadar siapnya berbeda-beda.
Keluar dari ruangan Komandan, aku
segera mencari info tentang program tersebut. Aku ingat ada kenalan di Staff
Personel Mabes TNI, Mayor Sus Herli. Aku segera kontak ke beliau. Dari Mbak
Herli aku sedikit mendapat info tentang program tersebut. Ada delapan slot yang
tersedia, masing-masing dua untuk Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan
Udara serta Kementerian Pertahanan. Normalnya dari masing-masing Angkatan akan
mengirim empat kandidat. Akupun berhitung, empat kandidat berjuang untuk dua
slot, berarti peluang 50-50. Not so bad laah.
Minggu depannya telegram panggilan
muncul. Seperti ajaran dari siasat perang Sun Tzu yang sangat terkenal, “If you
know your enemies and yourself, you will not be imperiled in a hundred battles”,
maka selain mempersiapkan diri, aku harus mencari info tentang kandidat
lainnya. Tolong jangan tanyakan kenapa Sun Tzu yang notabene orang Tiongkok
bisa membuat quote dalam Bahasa Inggris, aku cuma mengutip dari Wikiquote,
hehehe. Setelah memeriksa nama-nama kandidat yang dipanggil, aku sedikit gentar
melihat nama-nama yang ada. Nama teratas ada nama Bang Yorzi, orang pembekalan.
Rumornya abang satu ini tahun lalu sudah mengikuti test dan lulus, namun karena
terlalu ganteng akhirnya ga jadi berangkat. Wah, saingan berat ini, terlebih
infonya sekarang kegantengan bukan lagi menjadi kriteria untuk seleksi
(Wkwkwkwk, Piss bang). Nama berikutnya adalah salah satu senior dari korps
pasukan, sebut saja namanya Kumbang (Sebenarnya mau kusebut Bunga, tapi khan
laki-laki, kayaknya kok kurang pas kalau dipanggil mawar atau melati). Ini juga
saingan berat, karena beliau baru saja pulang dari Paman Sam, sehingga dapat
dipastikan kemampuan Bahasa Inggrisnya pasti diatas rata-rata. Nama ketiga,
Ekvan Miskardinanto. Jujur aku ga begitu punya informasi tentang kandidat yang
satu ini. Siapa, dimana dan bagaimana kemampuannya. Tapi namanya agak familier,
kayaknya aku sering membaca namanya, tapi dimana ya. Aku skip dulu mencari info
tentang kandidat satu ini. Nama terakhir ada Mayor satu lagi yang tidak mau
dipublikasikan namanya, tapi yang jelas cukup qualified juga karena bapak satu
ini juga pernah tergabung dalam Pasukan perdamaian PBB di Libanon. Aku menghibur
diri, namanya juga test ke luar negeri, tentu saja orang-orang terbaik yang
dipanggil, tapi bentar, kok namaku belum ada. Ooo, aku baru ingat, Ekvan khan
namaku. Berarti aku kandidat ketiga tadi. Pantesan kok namanya terdengar tidak
asing, ternyata namaku sendiri.
Akhirnya hari test pun tiba.
Dengan bekal quote nya Sun Tzu, aku melangkah ke medan perang. Aku ud tau
diriku, yaitu kandidat ketiga, dan aku juga sudah tahu “enemy” ku, yaitu
kandidat satu, dua dan empat, jadi harusnya aku ga perlu takut apapun hasil
peperangan ini. Medan perang kali ini di Laboratorium Bahasa Mabes TNI
Cilangkap. Bertindak sebagai wasit, Mayor Topan dari Angkatan Laut, yang
kebetulan satu angkatan dengan aku (Alumni Akademi TNI 2003). Pelaksanaan test
menggunakan materi American Language Course Placement Test (ALCPT). Ada seratus
soal pilihan ganda yang terdiri dari 60 writing dan 40 reading. Syarat lulus
adalah 80, artinya aku tidak boleh salah lebih dari 20 soal. Dengan mengucap
bismilah, aku pun mengikuti test. Dan aku cukup percaya diri dengan caraku
mengerjakan soal demi soal. Dan aku cukup takjub melihat hasil ujianku. Keempat
kandidat mendapatkan nilai lulus (diatas 80) sehingga yang diberangkatkan
adalah dua nilai tertinggi. Alhamdulilah nilai yang kudapatkan adalah 95 dan
merupakan nilai tertinggi, disusul bang Yorzie dan kedua kandidat lainnya,
sehingga yang akan diberangkatkan sebagai perwakilan TNI Angkatan Udara adalah
Aku dan Bang Yorzi. Kalau mau jujur, aku cuman bisa menjawab dengan yakin
sekitar 85 soal. Kemungkinan terbaiknya adalah dari 15 soal yang aku tebak,
sepuluh diantaranya tepat, hehehe. Tentunya ini tidak lepas dari doa pembaca
semua, jadi, makasih ya. Tapi yang jadi persoalan baru, ternyata saya dan Bang
Yorzi tidak langsung mengikuti perkuliahan, melainkan harus mengikuti test
Bahasa Inggris lanjutan di Singapura. Kali ini tidak ada slot, bisa dua-duanya
lulus, bisa dua-duanya kembali. Syaratnya hanya satu, nilai test kami (kali ini
menggunakan IELTS test) tidak boleh kurang dari 7.
Perjuangan belum selesai, tapi setidaknya satu
tahap sudah terlewati. Saya bersyukur tidak mengecewakan Komandan yang telah
mengusulkan saya, tidak mengecewakan pembaca yang masih betah membaca tulisan
ini. Test berikutnya akan aku ceritakan di tulisanku berikutnya, berhubung ini
sudah sore dan Bang Yorzi ud menggedor-gedor pintu kamar ku. Tadi siang aku
janji anterin Abangku itu ke supermarket untuk membeli teko. See you all in my
next story…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar