Minggu, 16 Juli 2017

Awal Perjuangan



Siapa yang menyangka, seorang Ekvan, bocah asal Kalibelo, desa kecil di pinggiran kota Kediri (Bayangkan, desa terpencil dari kota kecil, luar biasa banget…), bisa melalangbuana ke Singapura, negara tetangga yang konon katanya jauh lebih teratur dari Negara Indonesia yang sama-sama kita cintai. Nah, biar ga pada penasaran, di tulisan ini saya sedikit flashback ke masa lalu, apa sih yang sudah aku lakukan sehingga aku bisa terdampar seperti sekarang ini. (Buat abangku Yorzie, kalimat terakhir ini yang sama Ms. Carmel disebut thesis statement bang, wkwkwkwk)
Petualanganku di Singapura berawal pada medioker 2016, di salah satu Honai yang ada di kantin Lanud Jayapura, kantor tempatku bertugas. Pada tahu honai khan? Honai itu istilah untuk tenda, atau gubug, atau saung, di Jayapura. Tidak tepat seperti itu sih, karena di Wamena, Honai adalah rumah adat suku-suku di Papua. Jadi sebenarnya Honai itu saung apa rumah? Kalian putuskan sendiri saja deh. Back to topic, saat itu saya, beserta beberapa rekan lainnya sedang ngobrol ala warung kopi sambil sarapan. Komandanku (Kolonel Pnb Purwoko, saat ini menjabat Aspers Koopsau II) saat itu juga bergabung dengan kami. Disela-sela obrolan, Komandan sempat menceritakan pengalaman beliau saat mengikuti pendidikan S2 dan Lemhanas di negeri orang. Sayapun mengomentari bahwa sejak dahulu kala saya memiliki cita-cita dan keinginan untuk mengejar beasiswa ke luar negeri, namun belum pernah mendapatkan kesempatan, bahkan untuk sekedar mengikuti test nya. Tak disangka Komandan menanggapi serius komentar saya dan menanyakan bagaimana level Bahasa Inggris saya. Dengan cukup percaya diri saya menyatakan bahwa kemampuan Bahasa Inggris saya cukup baik, hanya selama ini kesempatan untuk mengikuti test yang belum ada.
Siangnya, Komandan memanggil saya ke ruangan. Beliau menyampaikan bahwa ada info dari Dinas Pendidikan TNI AU bahwa Minggu depan akan dilaksanakan test untuk Master Program Scholarship Mabes TNI. Apabila memang siap, namaku akan diusulkan. Ibarat mendapatkan durian runtuh, aku dengan mantab menjawab “S I A P”. Komandan juga mengingatkan, jangan memalukan nama beliau yang sudah mengusulkan. Kali ini jawaban siap ku sedikit goyang. Test nya seperti apa, saingannya siapa dan berapa orang masih gelap dan belum ketahuan. Namun namanya tentara apapun harus siap, walaupun kadar siapnya berbeda-beda.
Keluar dari ruangan Komandan, aku segera mencari info tentang program tersebut. Aku ingat ada kenalan di Staff Personel Mabes TNI, Mayor Sus Herli. Aku segera kontak ke beliau. Dari Mbak Herli aku sedikit mendapat info tentang program tersebut. Ada delapan slot yang tersedia, masing-masing dua untuk Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara serta Kementerian Pertahanan. Normalnya dari masing-masing Angkatan akan mengirim empat kandidat. Akupun berhitung, empat kandidat berjuang untuk dua slot, berarti peluang 50-50. Not so bad laah.
Minggu depannya telegram panggilan muncul. Seperti ajaran dari siasat perang Sun Tzu yang sangat terkenal, “If you know your enemies and yourself, you will not be imperiled in a hundred battles”, maka selain mempersiapkan diri, aku harus mencari info tentang kandidat lainnya. Tolong jangan tanyakan kenapa Sun Tzu yang notabene orang Tiongkok bisa membuat quote dalam Bahasa Inggris, aku cuma mengutip dari Wikiquote, hehehe. Setelah memeriksa nama-nama kandidat yang dipanggil, aku sedikit gentar melihat nama-nama yang ada. Nama teratas ada nama Bang Yorzi, orang pembekalan. Rumornya abang satu ini tahun lalu sudah mengikuti test dan lulus, namun karena terlalu ganteng akhirnya ga jadi berangkat. Wah, saingan berat ini, terlebih infonya sekarang kegantengan bukan lagi menjadi kriteria untuk seleksi (Wkwkwkwk, Piss bang). Nama berikutnya adalah salah satu senior dari korps pasukan, sebut saja namanya Kumbang (Sebenarnya mau kusebut Bunga, tapi khan laki-laki, kayaknya kok kurang pas kalau dipanggil mawar atau melati). Ini juga saingan berat, karena beliau baru saja pulang dari Paman Sam, sehingga dapat dipastikan kemampuan Bahasa Inggrisnya pasti diatas rata-rata. Nama ketiga, Ekvan Miskardinanto. Jujur aku ga begitu punya informasi tentang kandidat yang satu ini. Siapa, dimana dan bagaimana kemampuannya. Tapi namanya agak familier, kayaknya aku sering membaca namanya, tapi dimana ya. Aku skip dulu mencari info tentang kandidat satu ini. Nama terakhir ada Mayor satu lagi yang tidak mau dipublikasikan namanya, tapi yang jelas cukup qualified juga karena bapak satu ini juga pernah tergabung dalam Pasukan perdamaian PBB di Libanon. Aku menghibur diri, namanya juga test ke luar negeri, tentu saja orang-orang terbaik yang dipanggil, tapi bentar, kok namaku belum ada. Ooo, aku baru ingat, Ekvan khan namaku. Berarti aku kandidat ketiga tadi. Pantesan kok namanya terdengar tidak asing, ternyata namaku sendiri.
Akhirnya hari test pun tiba. Dengan bekal quote nya Sun Tzu, aku melangkah ke medan perang. Aku ud tau diriku, yaitu kandidat ketiga, dan aku juga sudah tahu “enemy” ku, yaitu kandidat satu, dua dan empat, jadi harusnya aku ga perlu takut apapun hasil peperangan ini. Medan perang kali ini di Laboratorium Bahasa Mabes TNI Cilangkap. Bertindak sebagai wasit, Mayor Topan dari Angkatan Laut, yang kebetulan satu angkatan dengan aku (Alumni Akademi TNI 2003). Pelaksanaan test menggunakan materi American Language Course Placement Test (ALCPT). Ada seratus soal pilihan ganda yang terdiri dari 60 writing dan 40 reading. Syarat lulus adalah 80, artinya aku tidak boleh salah lebih dari 20 soal. Dengan mengucap bismilah, aku pun mengikuti test. Dan aku cukup percaya diri dengan caraku mengerjakan soal demi soal. Dan aku cukup takjub melihat hasil ujianku. Keempat kandidat mendapatkan nilai lulus (diatas 80) sehingga yang diberangkatkan adalah dua nilai tertinggi. Alhamdulilah nilai yang kudapatkan adalah 95 dan merupakan nilai tertinggi, disusul bang Yorzie dan kedua kandidat lainnya, sehingga yang akan diberangkatkan sebagai perwakilan TNI Angkatan Udara adalah Aku dan Bang Yorzi. Kalau mau jujur, aku cuman bisa menjawab dengan yakin sekitar 85 soal. Kemungkinan terbaiknya adalah dari 15 soal yang aku tebak, sepuluh diantaranya tepat, hehehe. Tentunya ini tidak lepas dari doa pembaca semua, jadi, makasih ya. Tapi yang jadi persoalan baru, ternyata saya dan Bang Yorzi tidak langsung mengikuti perkuliahan, melainkan harus mengikuti test Bahasa Inggris lanjutan di Singapura. Kali ini tidak ada slot, bisa dua-duanya lulus, bisa dua-duanya kembali. Syaratnya hanya satu, nilai test kami (kali ini menggunakan IELTS test) tidak boleh kurang dari 7. 
Perjuangan belum selesai, tapi setidaknya satu tahap sudah terlewati. Saya bersyukur tidak mengecewakan Komandan yang telah mengusulkan saya, tidak mengecewakan pembaca yang masih betah membaca tulisan ini. Test berikutnya akan aku ceritakan di tulisanku berikutnya, berhubung ini sudah sore dan Bang Yorzi ud menggedor-gedor pintu kamar ku. Tadi siang aku janji anterin Abangku itu ke supermarket untuk membeli teko. See you all in my next story…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar